Kulihat ibu pertiwi
Sedang bersusah hati
Air matanya berlinang
Mas intanmu terkenang
Hutan tanah sawah lautan
Simpanan kekayaan
Kini ibu sedang lara
Merintih dan berdoa
...
Beberapa hari yang lalu, berkesempatan ikut dalam acara keren yang diadain BEM REMA kampus:
Dialog Kebangsaan.
Berharap bakal ketemu Pak SBY yang digadang-gadang bakal hadir, apalah daya beliau (masih) sibuk bahkan setelah purna tugas sebagai presiden RI.
Di sini, ketemu dengan 4 pembicara yang luar biasa keren.
Sejujurnya, nggak terlalu akrab dengan tokoh-tokoh ini, tapi sering banget denger namanya seliweran di media.
Aryanto Yuniawan.
Siapa yang nggak tau Battle of Surabaya?
Yes, kemunculannya membawa angin segar bagi industri kreatif perfilman tanah air.
Lebih spesial lagi film ini jadi good news from Indonesia bahwa anak bangsa punya kemampuan buat bikin film berkualitas yang nggak kalah dengan karya asing. 100+ likes buat film ini yang udah bikin kecintaan sama tanah air meningkat.
Dik Doank.
Pemrakarsa sekolah alam Kandank Jurank Doank ini memukau sejak pertama kali kemunculannya di auditorium UNY. Dik Doank membawakan (bisa dibilang) musikalisasi puisi yang bersyairkan bait-bait romantis tentang manusia, Tuhan, dan alasan untuk menjadi kaya raya dengan berbagi kepada sesama. Dik Doank adalah pembawa harapan bagi anak-anak yang kurang mampu untuk bisa terus belajar meskipun tidak di bangku sekolah. *Saxophone dan petikan gitar yang mengiringi bait-bait puitis berhasil bikin merinding*.
Denni Purbasari.
Satu-satunya pembicara perempuan dalam diskusi kali ini namanya benar-benar baru dikenal. Tapi, sejujurnya dosen Ilmu Bisnis di UGM ini satu-satunya yang benar-benar memikat hati dan membuka pikiran soal nasionalisme buat bangsa. Beliau tipikal orang yang selalu melihat poin positif dari segala permasalahan, tipe yang nggak suka nyalahin keadaan, solutif.
Kutipannya yang paling diinget adalah seringnya pemuda disebut 'the best & brightest'.
Nyes.
Itu sebutan yang sangat terhormat bagi saya yang masih bagian dari pemuda ini, begitupun kalian yang baca. Tamparan juga sih. Segitunya loh pemuda dielu-elukan, sampe dibilang 'the best & the brightest'. Padahal rasanya belum berkorban ngasih bales jasa apa-apa buat negara.
Bukan melemahnya rupiah atau defisitnya anggaran belanja negara yang bikin beliau khawatir.
Tapi 'defisit kenegarawanan' yang bikin beliau nggak sanggup nahan air mata di tengah-tengah dialog.
Iya, bangsa ini butuh lebih banyak pemuda yang lebih banyak turun tangan, bukan yang kerjanya ngeluh dan cuma urun angan. Indonesia butuh sosok-sosok Soekarno, Bung Hatta, Sutan Sjahrir muda yang nggak berfikir skala lima tahunan, tapi yang berfikir jauh ke depan.
Sujiwo Tedjo.
Buat yang terakhir ini, sesi santai tapi sarat makna.
Seperti 'menertawakan Indonesia'.
Mbah Tedjo adalah sosok yang luwes banget untuk nyentil masyarakat Indonesia.
Yang hilang dari bangsa saat ini adalah senyuman ramahnya.
Kalo dulu orang sibuk berbagi senyum buat orang lain, sekarang masing-masing sibuk buat melukis senyum di wajah sendiri. Itulah kenapa ada hukum sendiri di Republik berinisial J miliknya.
Sudjiwo Tedjo menutup sesi dialog dengan satu pesan penting, bahwa bangsa ini harus
bangkit,
percaya diri,
dan menghargai budaya nusantara.
...
Satu hal yang bisa diambil dari momen ini adalah, kita tahu saat ini Indonesia lagi sakit.
Dari segi politiknya, sosialnya, budayanya dan lain-lainnya.
Tapi yakin deh, masih banyak cara untuk menyembuhkan Indonesia.
Meskipun media di televisi ngabarin hal yang bikin kamu rasanya malu dan pengen tutup mata sama Indonesia, tengok deh lebih luas lagi.
Banyak hal yang membanggakan dari negeri tercinta kita ini. Coba ulik kekayaan yang ada di negeri sendiri, biar kamu betah tinggal di sini dan enggak cuma ngeluh buat ibu pertiwi.
Susah, kalo kamu ngarepin pemerintah yang ngelakuin tugasnya membenahi semua keriwehan di negeri ini. Padahal kamu tau ini tugas kamu juga. Tugas kita semua untuk,
mengembalikan senyum Indonesia.